Selamat datang di CaraGampang.Com

Koneksi Antarmateri Modul 2.3 Coaching dalam Supervisi Akademik

Jumat, 08 September 20230 comments

Mempelajari koneksi antarmateri berarti membuat tautan yang bermakna terhadap beberapa modul. Koneksi antarmateri adalah penguasaan pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari dengan mengaitkan materi awal (2.1) sampai dengan materi yang terakhir (2.3). Pembahasan keterkaitan materi menunjukkan sejauh mana penguasaan dan pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari. Dapat disimpulkan dan dijelaskan keterkaitan materi yang telah diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul mempelajari modul 2 ini.

Konsep Coaching secara umum didefinisikan sebagai proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). Coaching sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation -ICF).

Coaching dalam Konteks Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah ‘menuntun’ tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki perilakunya. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. 

Proses coaching sebagai komunikasi antara guru dan murid, maka murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar peserta didik agar tidak kehilangan arah dan menemukan potensi dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Paradigma Berfikir Coaching

Pendekatan coaching merupakan tindakan untuk membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, maka perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah (1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, (2) Bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) Memiliki kesadaran diri yang kuat, (4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Prinsip Coaching: (1) Kemitraan adalah posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara dalam coaching, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah.

Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. (2) Proses kreatif adalah dilakukan melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses berpikir coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.

(3) Memaksimalkan potensi adalah memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.

Kompetensi Inti Coaching: (1) Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot.

Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

(2) Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.

(3) Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presense sehingga badan, pikiran, hati, selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.

Alur Percakapan TIRTA: Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee.

TIRTA terdari dari Tujuan awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.

Rencana Aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Tanggungjawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

Supervisi Akademik dengan Paradigma Coaching

Dalam pelaksanaan supervisi akademik, ada dua paradigma dalam menjalankan supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstruktif yang bertujuan mengembangkan kompetensi individu secara terencana, reflektif, objektif, informasi yang diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen. Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.

Emosi yang dirasakan adalah termotivasi untuk lebih giat belajar mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang coaching untuk supervisi akademik dan semakin banyak melakukan praktik coaching maka akan semakin terasah kemampuan kita sebagai coach untuk hadir penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Disini terdapat tantangan untuk menerapkan praktik coaching secara berkelanjutan dengan murid atau rekan sejawat agar mendapatkan keterampilan coaching untuk supervisi akademik. Hal yang sudah baik adalah memperoleh pemahaman dan pencerahan tentang materi coaching untuk supervisi akademik dan sudah mempraktikkannya.

Hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan adalah langkah-langkah yang baik dan bijak dalam mengajukan pertanyaan yang berbobot kepada coachee. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi adalah mengoptimalkan potensi diri sebagai seorang guru atau pendidik yang mampu menjadi coach dan melakukan coaching bagi siswa maupun rekan sejawat.

Keterkaitan materi dalam modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka dalam pembelajaran berdiferensiasi guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa. Langkah untuk memetakan kebutuhan siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut untuk mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan murid.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.

Keterampilan coaching mendukung pengembangan kompetensi untuk mempersiapkan menjadi pemimpin pembelajaran. Terdapat empat macam paradigma berpikir coaching, yaitu: (1) fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, (2) bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan (4) mampu melihat peluang baru dan masa depan. Disamping itu juga terdapat kompetensi inti yang penting untuk dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu: (1) kehadiran penuh (presence), (2) mendengarkan aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan berbobot.

Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure. RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Dimana R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.

A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.


Video: Praktik coaching dalam kegiatan prasupervisi akademik
Sumber Youtube Rochimudin

Coaching memang penting, apabila keterampilan melakukan coaching meningkat, maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat meningkat pula. Percakapan dalam diskusi coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

Semoga bagi kami dan pembaca yang sedang latihan atau meningkatkan diri dalam mempelajari coaching dapat membaca artikel ini ataupun memberikan saran dan masukan pada kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Cerita Edukasi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger